Penghuni Rumah Tua

ilustrasi gambar di google
“Eh, semalam Oom ku denger suara ketawa di rumah itu!” ucap Irwan.
“Hah? Serius? 2 hari lalu Bapakku denger suara tangisan di rumah itu!” timpal Danimo dan menyeruput es teh dihadapannya. Suasana kantin saat itu tampak ramai.
“Jangan-jangan bener lagi, kalo disitu ada Kuntilanaknya. Hiy....” Irwan bergidik seram.
“Ahh, kalian ini percaya sama yang begituan! Ini tahun 2014 coy!” Abdi menimpali. Kemudian mencomot segenggam kacang dari tangan Irwan. 3 remaja itu sedang asyik bergosip tentang sebuah rumah tua berlantai 3 terbuat dari kayu yang terletak di ujung jalan, orang-orang bilang itu rumah tusuk sate. Rumah seperti itu, merupakan portal tempat keluar masuk roh-roh halus karena letaknya yang diujung jalan, dan nomor rumah itu adalah nomor 13, yang merupakan simbol kesialan. Akhir-akhir ini santer terdengar gosip-gosip tentang rumah tusuk sate itu. Saat malam hari, tak ada satupun yang berani melewati jalanan di depan rumah itu, mereka lebih memilih memutar jalan lain walau lebih jauh dan memakan waktu lama. Rumah itu sudah tidak berpenghuni selama 10 tahun terakhir, penghuni yang terakhir diketahui adalah seorang psikopat dan sekarang mendekam di rumah sakit jiwa.

Saat malam hari, rumah itu terlihat sangat seram. Lampu jalan yang terletak di depan rumah juga tidak berfungsi dengan baik, sehingga penerangan satu-satunya pada saat malam hari hanyalah lampu kendaraan. Jarak rumah tetangga disamping kanan kiri juga 5 meter, sehingga terlihat bahwa rumah itu tampak diasingkan. Tidak ada yang mengurus bangunan itu. Banyak orang mengatakan, sering melihat bayangan putih lewat di jendela lantai 2, serta bayangan orang sedang mengintip di lantai 3. Cerita-cerita warga sekitar tentang rumah itu, membuat rumah itu tampak semakin menakutkan. Pepohonan yang tumbuh di halaman depan dan belakang rumah, pada saat malam hari akan terlihat seperti raksasa yang dengan dahan-dahan besarnya siap menerkam setiap orang yang lewat dibawahnya.
Ketiga remaja itu masih sibuk bergosip tentang rumah tua, sampai pada akhirnya Fakhruh datang dan mengagetkan mereka bertiga. “Ngomongin apa sih kalian ini? Ngegosip kayak cewek aja!” sindir Fakhruh dan mengambil tempat duduk tepat disamping Abdi. “Mereka kan emang cewek!” sembur Abdi, sontak Irwan dan Danimo pun melempari Abdi dengan kacang atom yang ada ditangan mereka.
“Hahaha, kalo kalian emang berani. Gimana kalo malam ini kita kerumah itu? Kebetulan ini malam jum’at, hayooo…” ledek Abdi yang emang terkenal pemberani diantara teman-temannya. Danimo dan Irwan terdiam. “Hahaha, takut yaa?” sindir Fakhruh lagi. “Eh! Nggak, aku be-berani kok!” Irwan membela diri. “Iya, nggak takut kok!" Danimo membeo omongan Irwan.
“Nah, malam ini jam 8 kita ketemu di pos ronda deket rumah itu? Gimana?” tantang Abdi lagi. “Kamu ikut kan Ruh?” tanya Abdi pada Fakhruh. “Ikut dong! Hahahaha”
“Yang nggak ikut banci! Penakut!” jelas Abdi lagi.
****
Malam itu, tepat pukul 8, Danimo dan Irwan telah tiba di pos ronda yang berjarak 10 meter dari rumah tua itu. “Ah, ancrit! Kita dibohongi Abdi sama Fakhruh! Kalo sampe setengah jam nanti mereka nggak datang, kita pulang Wan! Ngeri juga lama-lama disini” celoteh Danimo. Seketika itu juga, ada suara dedaunan kering diinjak diantara semak-semak yang ada disamping pos ronda. Irwan menaikkan hoodie-nya dan memeluk erat senter yang ia bawa, Danimo mengarahkan cahaya senternya ke arah semak-semak. “Siapa itu!” teriak Danimo. “Ahh, pulang aja yuk Mo!  Abdi sama Fakhruh bohongi kita nih!” sewot Irwan.
AAAAAAAAAAAAAAAA………
Teriak Irwan dan Danimo kemudian jatuh terduduk, karena tiba-tiba di hadapan mereka berdiri sesosok tubuh yang menggunakan topeng scream dan mengacungkan senter ke arah mereka.
Danimo mendengus kesal lalu bangkit. “Ah! Rese nih Abdi! Hobbynya ngagetin orang!” ucap Danimo sewot, Irwan terbangun dan menepuk-nepuk celananya, mukanya pucat ketakutan. Yang dimaksud pun langsung membuka topeng scream yang ia kenakan dan meledaklah tawanya, dari belakang Abdi, Fakhruh berdiri sambil memegangi perutnya menahan tawa.
“Ahaha, ahaaa, aduh. Dari tadi kita nyampe duluan tahu, cuman sengaja aja sembunyi dibelakang situ,” ucap Fakhruh menunjuk tempat persembunyian mereka dibalik semak-semak samping pos ronda.
Wahahaha, lihat tuh muka Irwan. Udah kayak orang mati. Pucat! Wahahah,” ledek Fakhruh, yang diledek menekuk mukanya.
“Eh, kalo ngobrol terus, entar kemalaman. Ayo kerumah itu!” ucap Abdi cepat, akhirnya 4 remaja itupun berjalan menyusuri gerbang tinggi yang menutupi rumah. Lalu sampailah mereka didepan sebuah gerbang terbuat dari besi dan sudah berkarat. Irwan, Danimo dan Abdi berhasil memasuki sebuah lubang menganga di gerbang itu, tiba-tiba…
“Ahhhh! Ampun Oom, Mbah, Nyai! Ampun, aahhh,” jerit Fakhruh, dan kini giliran Irwan yang tertawa. “Hahaha, badanmu kegedean Ruh! Wahaha, jadi jaket mu nyangkut tuh!” ledek Irwan. Fakhruh terdiam dan menoleh ke belakang, hoodie jaket-nya tersangkut di sebuah besi yang mencuat keluar.
“Buruan Ruh! Kami tinggal ditangkap beneran kamu!” tegas Abdi.
“Hahaha, sekarang siapa yang mukanya pucat?” ledek Irwan, Fakhruh mendengus kesal dan kemudian menaikkan kancing jaketnya, karena udara disekitar sangat dingin. Irwan, Danimo dan Abdi sudah berjalan sekitar 4 meter didepan Fakhruh, Fakhruh mengerjap-ngerjapkan matanya, seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Ia melihat bayangan seorang perempuan berambut panjang melintas di jendela lantai 2, sontak Fakhruh berlari menghampiri ke-3 sahabatnya. “ Kenapa?” tanya Danimo heran.
“Takutttt” ledek Irwan. “Heh! Ada yang, yang li-lihat bayangan ce-cewek kah?” ucap Fakhruh terbata-bata. “Cewek? Apaan? Jangan bikin takut naa Ruh!” Irwan bergidik ngeri.
“Ahh, nggak usah dipikirin sekarang! Ayook! Kalo kita masuk, baru ketahuan itu apa!” jawab Abdi. Mereka kemudian terdiam dan menghentikan langkah mereka saat mendengar suara berdenting, dentingan itu berirama. Suara alunan kotak musik. Danimo berlari keluar dan menghilang di balik gerbang tempat dimana mereka masuk tadi. Fakhruh dan Irwan berniat untuk menyusul Danimo, namun keburu ditahan oleh Abdi.
Kalo kalian lari juga, sama aja dengan banci tau nggak!” ucap Abdi. Fakhruh dan Irwan pun tak mau di-cap sebagai banci. Akhinya mereka berjalan pelan kearah pintu utama. Pintu itu berukuran 2x2 meter, cat berwarna hijau tua terkelupas disana sini. Abdi memegang gagang pintu tersebut dan berusaha untuk membukanya. “Terkunci!” ucap Abdi.
“Itu pertanda kalo kita harus pergi dari sini Di!” balas Irwan. Abdi tak menghiraukan ucapan Irwan. Kemudian dia berjalan memutar kesamping, kedua sahabatnya hanya mengikuti dari belakang, dan lagi-lagi Fakhruh merasa bahwa ada yang mengawasinya. Ia menoleh ke belakang tapi tak ada siapa-siapa, Fakhruh mempercepat langkahnya.
“Di! Ngapain sih, pulang aja yuk!” ucap Fakhruh. “Gini ya, dengerin aku” Irwan dan Fakhruh mendekat. “Sebenernya aku juga takut. Tapi ngapain aku takut sama manusia?” ucap Abdi pelan.“Manusia?” Irwan bingung.
“Kalian nggak nyadar kah? Aku tadi juga lihat bayangan cewek yang dilihat Fakhruh. Aku ngeliat, tuh cewek punya kaki! Terus, kalian nggak simak baik-baik suara kotak musik tadi, sendat-sendat. Masa ada hantu mau nakut-nakutin kita tapi kotak musiknya kehabisan baterai?” ucap Abdi serius, Irwan menahan tawa. “Hahaha, apa sih Di! Udah deh, mending kita pergi. Dengan kayak gitu, kamu yakin kalo itu bukan hantu tapi manusia?” Fakhruh mengangguk-angguk mendengar penjelasan Abdi. “Masuk akal Wan!”
“Nah, udah pasti manusia. Terus ngapain kita kesini dan ngelanjutin ini?” tanya Irwan heran. “Udah, ikut aja!” jelas Abdi. Abdi juga penasaran terhadap rumah itu. Sebuah pintu kecil di belakang bangunan terbuka separuhnya, Abdi mendekat dan masuk kemudian menghilang dibalik pintu. Irwan dan Fakhruh menyusul. Irwan menyalakan senternya dan menyapukan cahayanya ke seluruh ruangan. Ia bisa melihat sebuah lemari, kursi-kursi kayu, dan kursi goyang, kursi itu terletak di samping jendela tak bertirai, cahaya bulan menembus masuk dan menerangi kursi itu, kursi itu bergoyang sehingga menimbulkan bunyi ‘kriet, kriet, kriet’. Irwan menoleh ke belakang, ia tak menemukan Abdi dan Fakhruh disana. Ia sapukan pandangan ke seluruh ruangan, tidak ada Abdi dan Fakhruh. Irwan mulai takut, tiba-tiba pintu dimana ia dan kedua sahabatnya masuk tertutup. Irwan berlari kearah pintu, terkunci! Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Ia berusaha mendobrak pintu kayu itu, dan kursi goyang itu tiba-tiba berhenti bergoyang, Irwan semakin panik.
“Abdi! Fakhruh! Jangan bercanda!” teriak Irwan frustasi, tapi suaranya tak sampai.


Di tempat lain.
Abdi dan Fakhruh menyadari bahwa Irwan tak berada di belakang mereka.
“Mana Irwan?” tanya Abdi. “Nggak tahu! Tadi dibelakang kan?” tanya Fakhruh balik.
“Mungkin dia pulang” tambah Fakhruh. Abdi dan Fakhruh kini berada di ruangan yang lebih besar, terdapat sebuah lukisan abstrak berwarna dasar merah, seperti sayatan darah. Ruangan itu dipenuhi kain-kain putih yang menutupi semua perabotan. Jaring laba-laba terdapat hampir di semua sudut ruangan. Abdi melihat tangga menuju ke atas, ia berjalan pelan. Ruangan itu hanya mendapat pencahayaan dari bulan dan terlihat remang-remang. Fakhruh mengekor dibelakang Abdi, dan lagi-lagi Fakhruh merasa bahwa ia sedang diawasi. Kini Abdi dan Fakhruh menaiki anak tangga satu persatu, tangga berbentuk spiral tanpa pegangan. Tiba-tiba senter yang dibawa Fakhruh meredup. “Ahh! Baterai senter ku mau habis Di! Pulang aja yuk,ucapnya.
Nggak penasaran sama cewek yang di lantai 2?” tanya Abdi, dan Fakhruh hanya diam. Sebenernya Fakhruh tidak terlalu yakin dengan penjelasan Abdi bahwa cewek itu adalah seorang manusia. Lagian cewek mana yang mau ke rumah hantu ini??? Fakhruh pun mencekal tangan Abdi saat tinggal 4 anak tangga lagi dihadapan mereka. “Pikir deh Di? Kalo cewek itu manusia, ngapain dia malam-malam ada di rumah ini?” tanya Fakhruh pada Abdi. Abdi terdiam.
“Cewek gila mungkin?” dan tepat saat Abdi menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara cekikikan seorang perempuan, semakin lama semakin nyaring dan gemanya memenuhi ruangan. Fakhruh melempar senternya dan menutup kedua telinganya, ia ketakutan. Abdi mempercepat langkahnya menuju lantai 2. Tak ada pilihan lain, Fakhruh hanya bisa mengikuti sahabat gilanya itu.

Sementara itu di gudang belakang, tempat Irwan berada.
Irwan duduk terdiam di sudut ruangan disamping lemari. Keringat dingin membanjiri tubuhnya, tiba-tiba ia mendengar suara langkah sepatu. Irwan terdiam dan mematikan senternya kemudian bersembunyi di balik sofa.Masuklah seorang lelaki berperawakan besar dan brewokan, dibelakangnya seorang perempuan tua kurus berambut keriting mengekor. Dari tempat persembunyiannya, Irwan dapat melihat jelas wajah perempuan tua itu, pucat dan dingin. Kemudian 2 orang itu masuk dan melewati tempat Irwan berada, perempuan tua itu sempat terdiam sebentar dan memandang sofa dimana Irwan bersembunyi dibaliknya.
“Kenapa Mom?” tanya lelaki brewokan itu.
Nothing!” jawab perempuan tua yang dipanggil Mom itu. Dan lelaki brewokan itupun berjalan cepat sambil menyalakan senter.
“Kalau mau selamat. Pergi sekarang!” ucap perempuan tua itu sebelum meninggalkan gudang belakang. Irwan menelan liur, perempuan tua itu tampak seperti mayat hidup bagi Irwan, kulitnya yang putih pucat pasi, pandangan matanya yang sayu, serta jalannya yang ringkih. Irwan tidak mengerti ucapan perempuan tua itu, yang ia tahu, pintunya telah terbuka. Dan pada saat perempuan tua itu pergi, Irwan keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan pelan melewati pintu. Ia sesekali menoleh ke belakang kalau-kalau ada yang mengikutinya. Sesaat ia terdiam, apa yang dilakukan perempuan tua dan lelaki brewokan itu? Jangan-jangan mereka orang jahat? Bagaimana dengan Abdi dan Fakhruh yang masih didalam? Irwan kacau dalam pikirannya, sementara itu…..
Abdi mendapati seorang perempuan bergaun putih panjang dan kumal duduk di atas sebuah kursi goyang, perempuan itu tersenyum kearah Abdi, Fakhruh bergidik ngeri melihat perempuan tersebut. Perempuan itu berambut panjang sepinggang, bola matanya biru. Kulitnya putih bak porselin, ia cantik. Tapi bagi Fakhruh, perempuan itu seperti hantu.
“Jack? Itu kah kau?” tanya perempuan itu, kemudian ia menangis tersedu-sedu. Abdi dan Fakhruh hanya diam memandang perempuan itu, kemudian mereka saling bertukar pandang, tak lama mereka mendengar langkah kaki menaiki tangga.
“Sembunyi! Mereka datang!!!” ucap perempuan itu lagi, Abdi dan Fakhruh kemudian bersembunyi dibalik tirai. Seorang lelaki brewokan dan perempuan tua mendekati perempuan itu.
“Hello Lily, apa kabar honey?” tanya perempuan tua.
“Suzzan! Kemana Jack? Where is he? Kau apakan dia? Arghhhh!” teriak perempuan bernama Lily itu.
“Yudi! Bawa perempuan gila ini ke ruangan ku!” ucap Suzzan kepada lelaki brewokan bernama Yudi. Yudi pun mencengkeram lengan Lily dan menariknya, Lily berontak. Namun berhasil dipukul Yudi tepat di tengkuknya dan Lily terkulai lemas.  Fakhruh mencoba keluar dari tempat persembunyian mereka, tapi Abdi menahannya. Setelah Suzzan, Yudi dan Lily pergi. Abdi dan Fakhruh keluar dari balik tirai.
“Apa ini?” tanya Fakhruh bingung. “Untuk itulah kita kesini! Sepertinya perempuan bernama Lily itu dalam bahaya! Kita harus tolong dia Ruh!” ucap Abdi pelan, takut jika mereka, Suzzan dan Yudi mendengar percakapan Abdi dan Fakhruh.
“Abdi! Mereka itu orang jahat! Kamu lihat nggak pistol yang terselip di pinggang laki-laki brewok tadi!” jawab Fakhruh, ia menuju tangga ke bawah “Lebih baik sekarang cepat kita pergi dan lapor polisi. Ini diluar kuasa kita Di!” Fakhruh menuruni tangga dan hilang dari pandangan Abdi. Abdi berbeda pemikiran dengan Fakhruh, ia pun berjalan mengendap-endap mengikuti Yudi dari belakang. Mereka memasuki sebuah ruangan dan ruangan itu dikunci. Abdi pun hanya bisa melihat dari lubang kunci, di dalam ruangan itu terdapat sebuah troly untuk mayat, serta alat-alat kedokteran.Yudi membaringkan Lily diatas troly tersebut.
You remember Yudi. Klien kita butuh yang segar? Dan Mom rasa ini cocok,” ucap Suzzan, Yudi hanya mengangguk dan kemudian membakar rokok dan menghirupnya dalam-dalam.
“Lily honey. Im sorry. Hahahahaah,” tawa Suzzan memenuhi ruangan. “Yudi, coba kamu periksa gudang belakang, ada seorang anak disana. Pastikan dia meninggalkan rumah ini, atau kalau perlu. Kita habisi juga dia!” ucap Suzzan kemudian. Yudi menghisap habis rokoknya dan kemudian membuang puntungnya keluar jendela. Abdi pun segera bersembunyi, dan ia dapat melihat Yudi keluar ruangan dan berjalan turun. Abdi harap, Fakhruh berjalan lebih cepat dan semoga Irwan meninggalkan rumah ini.
“Lily, aku selalu iri pada kulit mu. Kulitmu muda! Aku tidak suka Lily!” dan Suzzan menyayatkan pisau di pipi Lily sehingga meninggalkan bekas sayatan dan mengalirlah darah segar dari bekas luka tersebut. Suzzan kemudian menjilat pisau bekas darah itu, Lily terbangun dan mengerang kesakitan. Ketika itu juga Abdi masuk.
“Hey! Lepaskan perempuan itu!” teriak Abdi, ia memegang sebilah papan untuk mengancam Suzzan, tangannya bergetar karena ketakutan. Namun Suzzan hanya tersenyum. “Ohhh, anak muda rupanya. Trick or treat?!” Suzzan melemparkan pisau ditangannya kearah Abdi dan Abdi berhasil menghindar, hanya saja pipinya sedikit tergores dan mengalirlah darah segar dari pipi Abdi. Abdi merasakan perih menjalari pipinya.
“Mau bermain rupanya dear? Apa urusanmu kemari hah?! Come on! Here we play! Together! Arghhhhh!” kembali Suzzan hendak melemparkan pisau kearah Abdi. Lily bangkit dan berhasil merebut pisau yang akan dilemparkan Suzzan untuk kedua kalinya kepada Abdi kemudian menancapkan pisau tersebut ke paha Suzzan.
“Arrghhhhh! Poor girl! Arghhhhh! Wanna play? Hah? Wanna play?” Suzzan menjambak rambut Lily dan membenturkan kepalanya ke dinding tembok. Secara cepat Abdi menendang Suzzan dan membawa Lily pergi. Mereka berlari menuruni tangga dan bertemu Yudi.
“Hey! Siapa kamu?!!” teriak Yudi saat mereka bertemu di lantai 1.
“Yudiii! Catch him! Lily come back! Come back Lily!” teriak Suzzan dari tangga atas. Yudi mengangkat pistolnya dan secara cepat Abdi menendang Yudi tepat di perutnya. Pistolnya terlempar, Yudi dan Abdi berebut mengambil pistol itu, namun Lily yang berhasil merebutnya duluan. Lily bingung.
Dear! Honey! Sini, sini pistolnya. Bring the gun to me. Akan ku bawa kau ketempat Jack! Come on sweetheart, come!” bujuk Suzzan menghampiri Lily sambil berjalan terseok-seok. Lily terdiam.
“Jangan Lily!” teriak Abdi, seketika itu juga Yudi berhasil menangkap Abdi dan membekapnya.
No!” teriak Lily, ia menarik pelatuk pistol tersebut dan tepat mengenai perut Suzzan, Suzzan jatuh terkulai. Yudi melepaskan Abdi dan berlari ke arah Suzzan,

Diluar.
Fakhruh dan Irwan bertemu saat di halaman, mereka mendengar suara tembakan. Sontak mereka berdua berlari ke dalam rumah. Mereka memikirkan nasib Abdi. Mereka berlari kedalam dan menemukan Yudi sedang memeluk tubuh Suzzan yang perutnya bermuluran darah.
Mom! Mom! Bangun Mom! Mommmmmm!” teriak Yudi mengguncang-guncang tubuh Ibunya.Yudi bangkit kemudian menerjang Lily, Lily terpental. Abdi mengambil pecahan botol dan menancapkan ujungnya ke punggung Yudi.
“Arrghhhhh!” Yudi mengerang kesakitan, darah segar mengalir menembus kemeja abu-abunya, Yudi pun berbalik dan mendaratkan sebuah tinjuan tepat di pelipis kiri Abdi dan meninggalkan jejak biru serta mengakibatkan pelipis kirinya robek. Abdi menendang Yudi tepat diperutnya dan Yudi mundur beberapa langkah akibat tendangan Abdi. Irwan dan Fakhruh tak tinggal diam, mereka mengambil balok kayu dan menghantamkannya kearah Yudi. Irwan berhasil memukul telak kepala Yudi dan Fakhruh melayangkan balok kayu itu tepat di betis kanan Yudi. Lelaki brewokan itu pun jatuh tersungkur.
“Abdi! Ayo keluar! Cepat!” teriak Irwan.
“Erggh, Lily!” ucap Abdi dan berjalan menghampiri Lily di sudut ruangan. Namun ia tak ada disana.
Fire!!!” teriak seorang perempuan dan ternyata itu Lily. Dia berada dilantai 2.
“Lily! Ayo kita keluar!” teriak Abdi.
No! I can’t! kalian pergi! Arghhhh! Watch out!” teriak Lily lagi saat melihat Yudi mengambil balok kayu dan hendak melayangkannya ke arah Irwan. Abdi menyadari hal tersebut dan mendorong Irwan, kemudian menendang Yudi hingga terpental.
“Gila! Kuat banget kamu Di!” teriak Fakhruh. “Ah, sekarang bukan saatnya ngomongin itu!” balas Abdi kemudian membantu Irwan berdiri.
“Di luar banyak orang! Kalian keluar aja sekarang!” teriak Lily, diluar api telah berkobar-kobar. Kebakaran! Abdi, Irwan dan Fakhruh pun melesat keluar. Tepat ketika mereka berhasil keluar lewat pintu gudang belakang, api merembet masuk. Diluar gerbang sudah banyak warga yang berkumpul, dan dari kejauhan terdengar suara sirine pemadam kebakaran.
Mendadak terdengar suara jeritan seorang perempuan, Abdi menoleh dan berlari menerobos para petugas.
“Abdi! Jangan konyol!” teriak Irwan mengejar Abdi, dan dalam sepersekian detik, kobaran api makin hebat karena angin yang besar malam itu.
Abdi terduduk lemas. “Lily.” ucapnya lirih. Irwan mendekat dan memegang erat bahu Abdi. Tiba-tiba 2 orang polisi kini berada tepat dibelakang Irwan, dan Fakhruh mendampingi 2 polisi itu.
“Nak Abdi, nak Irwan. Boleh kami minta keterangan perihal rumah ini?” tanya seorang polisi. Abdi dan Irwan mengangguk, kemudian mengikuti polisi itu ke mobil ambulance. Disana luka memar dan robek di pelipis Abdi diobati. Abdi, Irwan dan Fakhruh bercerita tentang Suzzan, Yudi dan Lily. Ternyata Suzzan dan Yudi adalah buronan yang dicari-cari polisi, mereka berdua adalah ibu-anak sindikat penjualan ginjal. Dan kemungkinan Lily juga Jack adalah korban mereka yang merupakan dua orang turis asing yang diberitakan telah hilang.
Setelah 3 jam, api berhasil dipadamkan. Yang tersisa dari bangunan itu hanyalah tiang-tiang penyangganya dan dinding bagian belakang rumah. Polisi segara mengidentifikasi rumah itu, dan mereka tidak menemukan mayat Suzzan, Lily atau Yudi. Abdi heran, bukankah Lily sudah menembak mati Suzzan dan tadi ia mendengar jeritan Lily.
Sekitar 3 blok dari tempat kejadian, terdengar suara mesin mobil menyala dan melesat pergi.
“Aku akan bunuh anak itu Mom! Pasti! Aku akan bunuh dia,” teriak lelaki brewokan itu serta menghantamkan kepalan tangan kirinya ke dashboard mobil.
“Yeah! Kill him! Mom mau ginjalnya!” balas seorang perempuan tua, yang disampingnya tergeletak seorang perempuan muda cantik, berambut panjang, dan berpakaian gaun putih kumal.


*nb: cerpen ini gue buat pas kelas 2 SMK, it means udah sekitar 2 tahun lalu~ nama tokoh-tokohnya juga nama temen-temen OSIS gue, hehe ;) dan tahunnya aku sesuaikan tahun ini biar berasa greget bacanya~ enjoy reading gaes:*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OSIS & MPK SMAKENSA dimata para pengurusnya~

Kerajinan Manik Khas Kalimantan Timur

Drama Sebelum Berangkat, Magang Setneg (1)