Untuk Pria yang Sedang Berjuang
Aku
bukan orang yang ulung dalam merangkai kata, namun aku menyimpan
banyak rasa yang ingin aku untai lewat kata. Yah, walau tak seberapa
paham bagaimana merangkai diksi agar perasaanku tergambarkan lewat
barisan kata di bawah ini.
Kita.
K-I-T-A. Empat huruf yang maknanya aku dan kau. Kadang aku bingung
memaknai kita. Sama-sama dewasa. Sama-sama tahu mana benar dan salah.
Lucunya, kita sama-sama diam padahal saling tahu. Iya. Tahu. Tak
apalah.
![]() |
lepas atau tidak? |
Tidak
pernah ada ungkapan. Semua mengalir lewat tindakan. Selalu kau yang
memulai dan lucunya aku larut dalam permainanmu itu. Apa kau anggap
semua hal ini biasa saja? Saat di dalam hati perasaanku bergejolak,
apa perasaanmu juga? Namun di luar seolah baik-baik saja. Tanpa
apa-apa.
Lucu
sekali. Kadang aku suka tertawa sendiri. Kita aktor yang andal ya?
Sangat andal. Luar biasa. Aku juga tak pernah mengelak. Sebab,
ketahuilah bahwa aku masih menyimpan rasa itu. Rasa yang pernah kau
jeratkan padaku. Rasanya seperti kembali memintal kenangan itu, namun
dibalut dalam sosok yang berbeda. Aku seperti kehilangan dirimu,
namun di sisi lain ada bagian dari diriku senang dengan kau yang
sekarang.
Sudah.
Begini saja aku tak apa. Aku cukup merasa bahagia kok. Jangan kau
ungkapkan, aku takut kecewa sekalipun jawaban yang keluar dari
bibirmu adalah iya. Biar waktu yang merajut kisah kita. Jika memang
harus terpisah, setidaknya tak perlu ada seremoni khusus. Biarlah
menjadi perpisahan sepi. Tak perlu ada ungkapan karena saat permulaan
juga tak ada kata-kata manis terucapkan.
Toh,
aku juga pernah dengan tegar melalui 'perpisahan kecil' kita kala itu
bukan? Aku tahu kau. Kau juga tahu aku. Kita hanya pura-pura tak mau
tahu. Kau paham apa yang kurasa. Begitu pula berlaku sebaliknya.
Aku
harap ini terjadi pelan-pelan saja. Jika memang harus berakhir pun
harus secara perlahan. Jangan kau sentak begitu saja. Aku akan sangat
jatuh. Kau tega? Biarkan ini mengalir. Jika memang berlanjut, maka
biarkan kisah ini berjalan perlahan. Seperti bayi lucu saat ia
menjejakkan kakinya mengejar sang bunda. Pelan namun pasti.
Bagimu,
mungkin rasa ini telah berbeda. Buatmu, mungkin semua ini sudah
biasa. Untukmu, mungkin hal ini terlanjur tak ada apa-apanya. Apa
begitu cepat semua berubah? Apa sebegitunya? Lalu, apa artinya yang
sudah-sudah?
Mungkin
aku terlalu drama ya? :( tapi semua tak akan begini jika kau tak
memulai. Mungkin rasamu mulai biasa seiring waktu. Tapi tahukah,
bagiku semua semakin kuat seiring waktu. Aku biasa aja ya? Baiklah.
Oke.
Kali ini aku cerita tentang orang ketiga. Dua postingan sebelumnya
aku menceritakan siapa pria yang tak pernah membuatku marah. Ini
tentang dia yang ketiga. Jujur. Sampai tulisan ini selesai dan
diposting, bahkan sampai blog sudah tidak ada lagi, aku yakinkan
kalian, aku tidak pernah bisa marah dengannya.
Entah
sihir apa. Rasanya meluap dan menguap begitu saja. Marahku hanya
beberapa saat, beberapa detik, jengkel-sejengkelnya hanya saat itu
saja. Setelahnya? Aku malah semakin memikirkannya.
Dikatakan
sebagai pria spesial? Sebenarnya tidak juga. Kategori spesial mungkin
tepat ketika ia juga menganggapku spesial kan? *tetep ngga mau rugi
dong :”)* sekarang juga bingung bagaimana menggambarkan suasana
hati. Yang jelas, dia tak pernah bisa membuatku marah.
Untuk
pria yang sedang berjuang. Kau. Entah apa yang kau perjuangkan. Ku
harap perjuanganmu tak sia-sia. InsyaAllah aku kan turut bahagia saat
kelak kamu berhasil menikmati hasilnya. Aamiin.
Tetaplah
jadi pria yang tak pernah bisa membuatku marah.
Ini curahan hati yang tak pernah tersampaikan ke orangnya ya? Well, gue juga mirip seperti ini, cuma gue dari sudut pandang cowoknya haha
BalasHapushahaha, kurang lebih gitu. Tapi namanya perasaan manada yang tahu, sekarang berasa lagi bohong sama diri sendiri. Sekarang posisinya udah flat~ emang bener kalau yang ngubah perasaan itu emang bukan jarak, tapi waktu *curhat haha
Hapustulisannya kecil banget mbaa ..
BalasHapus